Kata poligami berasal dari bahasa Yunani.
Secara etimologis, poligami merupakan derivasi dari kata apolus
yang berarti banyak, dan gamos yang berarti istri atau pasangan.
Poligami bisa dikatakan sebagai mempunyai istri lebih dari satu orang. Adapun
secara terminologis, poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana
seorang suami memiliki istri lebih dari satu orang. Seorang suami yang
berpoligami dapat saja beristri dua orang, tiga orang, empat orang, atau lebih
dalam waktu yang bersamaan.
Poligami
terdiri dari kata poli dan gami. Secara etimologis, poli
artinya banyak, gami artinya istri. Jadi, poligami artinya beristri
banyak. Secara terminologis, poligami yaitu seorang laki-laki mempunyai lebih
dari satu istri.
Seseorang dikatakan melakukan poligami
berdasarkan jumlah istri yang dimilikinya. Suami yang ditinggal mati istri
pertamanya, kemudian menikah lagi, tidak dapat dikatakan berpoligami, karena
dia hanya menikahi satu orang istri pada satu waktu.
Faktor-Faktor yang Mendorong Perlunya Poligami
Beberapa faktor yang mendorong perlunya poligami:
1. Penyebab yang ada pada istri, misalnya sakit keras yang
menyebabkan dirinya tidak mampu memenuhi kewajiban atau mandul, kurang setia,
menyombongkan diri terhadap suaminya atau tidak berlaku baik kepada suaminya.
2. Penyebab yang ada pada suami, misalnya memiliki keinginan
seks yang sangat kuat sehingga tidak cukup hanya seorang istri, memiliki
keinginan yang sangat besar untuk memperbanyak keturunan, atau ia sangat
mencintai wanita lain.
3. Penyebab yang bersifat sosial, misalnya ada krisis yang
menimpah umat sehingga memerlukan banyak laki-laki, krisis yang menyebabkan
bertambahnya wanita dibanding laki-laki.
4. Penyebab yang berupa kejadian dan sifatnya pribadi yang
menimpa keluarga seseorang, misalnya seorang mempunyai kerabat yang menjanda
dengan membawa tanggungan anak yang banyak.
Dampak
Poligami
Dampak
Poligami bagi wanita:
1. Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena
merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya
memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
2. Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun
ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi
dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri
muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya
istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan
sehari-hari.
3. Dampak
hukum:
Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan pada
Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), khususnya bagi PNS, sehingga
perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah
menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu
perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
4. Dampak
kesehatan:
Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan
terhadap penyakit menular seksual (PMS). Kekerasan terhadap perempuan, baik
kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada
rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga dapat terjadi pada rumah
tangga yang monogami.
Dampak
psikologis bagi anak-anak
Dampak psikologis bagi anak-anak hasil
pernikahan poligami sangat buruk: merasa tersisih, tak diperhatikan, kurang
kasih sayang, dan dididik dalam suasana kebencian karena konflik itu. Suami
menjadi suka berbohong dan menipu karena sifat manusia yang tidak mungkin
berbuat adil.
1. Anak Merasa Kurang Disayang.
Salah satu dampak terjadinya poligami adalah anak
kurang mendapatkan perhatian dan pegangan hidup dari orang tuanya, dalam arti
mereka tidak mempunyai tempat dan perhatian sebagaimana layaknya anak-anak yang
lain yang orang tuanya selalu kompak. Adanya keadaan demikian disebabkan karena
ayahnya yang berpoligami, sehingga kurangnya waktu untuk bertemu antara ayah
dan anak, maka anak merasa kurang dekat dengan ayahnya dan kurang mendapatkan
kasih sayang seorang ayah.
Kurangnya kasih sayang ayah kepada anaknya, berarti
anak akan menderita karena kebutuhan bathinnya yang tidak terpenuhi. Selain
itu, kurangnya perhatian dan control dari ayah kepada anak-anaknya maka akan
menyebabkan anak tumbuh dan berkembang dengan bebas. Dalam kebebasan ini anak
tidak jarang mengalami kemorosotan moral, karena dalam pergaulannya dengan
orang lain yang ter pengaruh kepada hal-hal yang kurang wajar.
2. Tertanamnya Kebencian Pada Diri Anak.
Pada dasarnya tidak ada anak yang benci kepada
orang tuanya, begitu pula orang tua terhadap anaknya. Akan tetapi perubahan
sifat tersebut mulai muncul ketika anak merasa dirinya dan ibunya”dinodai”
kecintaan kepada ayahnya yang berpoligami. Walaupun mereka sangat memahami
bahwa poligami dibolehkan tapi mereka tidak mau menerima hal tersebut karena
sangat menyakitkan. Apalagi ditambah dengan orang tua yang akhirnya tidak adil,
maka lengkaplah kebencian anak kepada ayahnya.
3. Tumbuhnya Ketidakpercayaan Pada Diri anak.
Persoalan yang kemudian muncul sebagai dampak dari
poligami adalah adanya krisis kepercayaan dari keluarga, anak, dan isteri.
Apalagi bila poligami tersebut dilakukan secara sembunyi dari keluarga yang
ada.
4. Timbulnya Traumatik Bagi Anak.
Dengan adanya tindakan poligami seorang ayah maka
akan memicu ketidak harmonisan dalam keluarga dan membuat keluarga berantakan,
walaupun tidak sampai cerai. Tapi kemudian akan timbul efek negatif.
Pernikahan
monogami adalah harapan semua orang, banyak orang menganggap pernikahan
monogami adalah pernikahan yang ideal. Namun, kenyataannya tidak sedikit dari
mereka yang melakukan poligami. Poligami tidak hanya memberikan dampak
psikologis tersendiri bagi istri akan tetapi juga bagi anak.
berikut ini adalah contoh artikel tentang poligami yang di unduh dari