Selasa, 08 Januari 2013

poligami ditinjau dari sisi psikologi



Kata poligami berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologis, poligami merupakan derivasi dari kata apolus yang berarti banyak, dan gamos yang berarti istri atau pasangan. Poligami bisa dikatakan sebagai mempunyai istri lebih dari satu orang. Adapun secara terminologis, poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seorang suami memiliki istri lebih dari satu orang. Seorang suami yang berpoligami dapat saja beristri dua orang, tiga orang, empat orang, atau lebih dalam waktu yang bersamaan.
Poligami terdiri dari kata poli dan gami. Secara etimologis, poli artinya banyak, gami artinya istri. Jadi, poligami artinya beristri banyak. Secara terminologis, poligami yaitu seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri.
Seseorang dikatakan melakukan poligami berdasarkan jumlah istri yang dimilikinya. Suami yang ditinggal mati istri pertamanya, kemudian menikah lagi, tidak dapat dikatakan berpoligami, karena dia hanya menikahi satu orang istri pada satu waktu.

Faktor-Faktor yang Mendorong Perlunya Poligami
Beberapa faktor yang mendorong perlunya poligami:
1.      Penyebab yang ada pada istri, misalnya sakit keras yang menyebabkan dirinya tidak mampu memenuhi kewajiban atau mandul, kurang setia, menyombongkan diri terhadap suaminya atau tidak berlaku baik kepada suaminya.
2.      Penyebab yang ada pada suami, misalnya memiliki keinginan seks yang sangat kuat sehingga tidak cukup hanya seorang istri, memiliki keinginan yang sangat besar untuk memperbanyak keturunan, atau ia sangat mencintai wanita lain.
3.      Penyebab yang bersifat sosial, misalnya ada krisis yang menimpah umat sehingga memerlukan banyak laki-laki, krisis yang menyebabkan bertambahnya wanita dibanding laki-laki.
4.      Penyebab yang berupa kejadian dan sifatnya pribadi yang menimpa keluarga seseorang, misalnya seorang mempunyai kerabat yang menjanda dengan membawa tanggungan anak yang banyak.
Dampak Poligami
Dampak Poligami bagi wanita:
1.       Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
2.       Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
3.       Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), khususnya bagi PNS, sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
4.       Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS). Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga dapat terjadi pada rumah tangga yang monogami.
Dampak psikologis bagi anak-anak
Dampak psikologis bagi anak-anak hasil pernikahan poligami sangat buruk: merasa tersisih, tak diperhatikan, kurang kasih sayang, dan dididik dalam suasana kebencian karena konflik itu. Suami menjadi suka berbohong dan menipu karena sifat manusia yang tidak mungkin berbuat adil.

1. Anak Merasa Kurang Disayang.
Salah satu dampak terjadinya poligami adalah anak kurang mendapatkan perhatian dan pegangan hidup dari orang tuanya, dalam arti mereka tidak mempunyai tempat dan perhatian sebagaimana layaknya anak-anak yang lain yang orang tuanya selalu kompak. Adanya keadaan demikian disebabkan karena ayahnya yang berpoligami, sehingga kurangnya waktu untuk bertemu antara ayah dan anak, maka anak merasa kurang dekat dengan ayahnya dan kurang mendapatkan kasih sayang seorang ayah.
Kurangnya kasih sayang ayah kepada anaknya, berarti anak akan menderita karena kebutuhan bathinnya yang tidak terpenuhi. Selain itu, kurangnya perhatian dan control dari ayah kepada anak-anaknya maka akan menyebabkan anak tumbuh dan berkembang dengan bebas. Dalam kebebasan ini anak tidak jarang mengalami kemorosotan moral, karena dalam pergaulannya dengan orang lain yang ter pengaruh kepada hal-hal yang kurang wajar.
2. Tertanamnya Kebencian Pada Diri Anak.
Pada dasarnya tidak ada anak yang benci kepada orang tuanya, begitu pula orang tua terhadap anaknya. Akan tetapi perubahan sifat tersebut mulai muncul ketika anak merasa dirinya dan ibunya”dinodai” kecintaan kepada ayahnya yang berpoligami. Walaupun mereka sangat memahami bahwa poligami dibolehkan tapi mereka tidak mau menerima hal tersebut karena sangat menyakitkan. Apalagi ditambah dengan orang tua yang akhirnya tidak adil, maka lengkaplah kebencian anak kepada ayahnya.
3. Tumbuhnya Ketidakpercayaan Pada Diri anak.
Persoalan yang kemudian muncul sebagai dampak dari poligami adalah adanya krisis kepercayaan dari keluarga, anak, dan isteri. Apalagi bila poligami tersebut dilakukan secara sembunyi dari keluarga yang ada.
4. Timbulnya Traumatik Bagi Anak.
Dengan adanya tindakan poligami seorang ayah maka akan memicu ketidak harmonisan dalam keluarga dan membuat keluarga berantakan, walaupun tidak sampai cerai. Tapi kemudian akan timbul efek negatif.
Pernikahan monogami adalah harapan semua orang, banyak orang menganggap pernikahan monogami adalah pernikahan yang ideal. Namun, kenyataannya tidak sedikit dari mereka yang melakukan poligami. Poligami tidak hanya memberikan dampak psikologis tersendiri bagi istri akan tetapi juga bagi anak.

berikut ini adalah contoh artikel tentang poligami yang di unduh dari