Tugas
softskill: kesehatan mental
Alicia
Citra Lyana (10511601)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kesehatan mental merupakan keinginan wajar bagi setiap
manusia seutuhnya, tapi tidaklah mudah mendapatkan kesehatan jiwa seperti itu.
Perlu pembelajaran tingkah laku, pencegahan yang dimulai secara dini untuk
mendapatkan hasil yang dituju oleh manusia. Untuk menelusurinya diperlukan
keterbukaan psikis manusia ataupun suatu penelitian secara langsung atau tidak
langsung pada manusia yang menderita gangguan jiwa. Pada dasarnya untuk
mencapai manusia dalam segala hal diperlukan psikis yang sehat. Sehingga dapat
berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara normal.
B.
Rumusan Masalah
Untuk
memfokuskan pembahasan,dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
- Apa yang dimaksud dengan kesehatan mental ?
- Bagaimana kaitannya dengan Teori – teori psikologi kepribadian?
C.
Tujuan Permasalahan
Dalam
penulisan makalah ini, kami berharap dapat membantu dan menjelaskan lebih
terperinci serta mampu memahami dan mengerti tentang pengertian kesehatan
mental, ciri – ciri dan kategori kesehatan mental serta bagaimana mengatasi
kesehatan mental tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesehatan Mental
Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental
hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan
psyche dalam bahas latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Kesehatan
mental merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang dengan pesat.
jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat
atau kesehatan mental. Sedangkan yang dimaksud Kesehatan mental adalah
terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis
maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor
(Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu
menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya.
Emosi
Kata
emosi berasal dari bahasa latin, yaitu
emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel
Goleman emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan
biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya
emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam
diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati
seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan
dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah
satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan
motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku
intensional manusia.
Pengertian Emosi
Beberapa
tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi
atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love
(cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam
emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).
Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak
berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada
d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati
f. Terkejut : terkesiap, terkejut
g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. malu : malu hati, kesal
a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada
d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati
f. Terkejut : terkesiap, terkejut
g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. malu : malu hati, kesal
Seperti
yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong
individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang
ada.
Dalam
the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan,
karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan
emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan
memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan
hidup kita. T
etapi,
nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali
terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas,
melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman,
2002 : xvi).
Menurut
Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam
menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan,
dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu
memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak
menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Emosi adalah suatu
perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku
terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.
Intelektual
Perkembangan
intelektual sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan degan
istilah perkembangan kognitif. Berbicara mengenai perkembangan intelek atau kognitif,
seringkali tidak dapat dipisahkan dari seorang pelopor psikologi kognitif yang
bernama Jean Piaget. Piaget lah yang menyusun kemampuan berfikir manusia
menurut tingkatan-tingkatan sesuai dengan perkembangan umur manusia. Kecerdasan ini
ditemukan pada sekitar tahun 1912 oleh William Stern. Digunakan sebagai
pengukur kualitas seseorang pada masanya saat itu, dan ternyata masih juga di
Indonesia saat ini. Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak).
Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk
berhitung, bernalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi.
Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I
Think“.
Perkembangan
kognitif manusia merupakan proses psikologis yang didalamnya melibatkan proses
memperoleh, menyusun, dan menggunakan pengetahuan, serta kegiatan mental
berfikir, menimbang, mengamati, mengingat menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi, dan memecahkan persoalan yang berlangsung melalui interaksi
dengan lingkungan.
Pengertian
perilaku intelekual ada kaitannya dengan konsep intelegensi. Ia bukanlah
substansi atau kekuatan, yang terletak dalam baggian tertentu dari tubuh
seseorang, melainkan penyifatan kualifikasi perilaku individu yang menyatakan “intellect
put to use” (intelek yang digunakan). Individu memperoleh kecakapan dan
kecerdasan bukan karena kelahirannya semata-mata, melaikan juga karena
perkembangan dan pengalamnnya. Memang ia dianugrahkan potensi dasar atau
kapasitas untuk berperilaku intelektual. Intelek dapat dideteksi dengan
meningidentifikasi indicator-indikator yang dimanifestasikan dalam kualifikasi.
Witheringtton
(1952) menunjukan lebih terperinci manifestasi dari indicator-indikator
perilaku intelektual itu, antara lain:
·
Kemudahan dalam menggunakan bilangan
·
Efisiensi dalam berbahasa
·
Kecepatan dalam pengamatan
·
Kemudahan dalam mengingat
·
Kemudahan dalam memahami hubungan
·
Imajinasi
Seperti yang telah di singgung di atas, ntelegensi
mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah
intelektual, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan
bertindak. Berhubungan dengan masalah kemampuan itu, para ahli psikologi telah
mengembangkan berbagai alat ukur (tes intelegensi) untuk menyatakan tingkat
kemampuan berpikir dan intelegensi seseorang. Salah satu tes intelegensi yang
terekenal adalah tes yang dikembangkan oleh Alfred Binet . Binet adalah ahli
ilmu jiwa (psycholog) Perancis, yang merintis mengembangkan tes intelegensi
yang sedikit umum. Tes Binet ini disempurnakan oleh Theodore Simon, sehingga
tes tersebut terkenal dengan sebutan Tes Binet Simon. Pada usia remaja, IQ
dihitung dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari
berbagai soal (hitungan, kata-kata, gambar-gambar, dan semacamnya) dan
menghitung banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar kemudian
membandingkan dengan daftar (yang dibuat berdasarkan penelitian terpercaya).
Spiritual
Spiritualitas
adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan
kepercayaan yang dianut oleh individu.
Menurut
Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1)
Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan,
2)
Menemukan arti dan tujuan hidup,
3)
Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4)
Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Mempunyai
kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap
sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama
kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan
seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang
yang mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan
tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope),
harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya
berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang
menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi
kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama
adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang
bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya.
Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atu teratur.
Definisi
spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman
hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan
suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri
sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan
transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan
ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas
meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual.
Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan
antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan
spiritual.
Kata
spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami
pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English
Dictionary, untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti
kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan
dimensi fisik, perasaan atu pernyataan jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci,
pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembanga pemikiran
danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubngan dengan
organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti
sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara
berpikir dan bertingkah laku
Para
ahli keperawatan menyimpilkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep yang
dapat diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang
menyatu dan universal bagi semua manusia. Setiap orang memiliki dimensi
spiritual. Dimensi ini mengintegrasi, memotivasi, menggerakkan, dan
mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia.
Sosial
Sosial
dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran
orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga
bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya
melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial. Begitu juga ketika
anda sedang menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui internet. Pun bahkan
setiap kali anda membayangkan adanya orang lain, misalkan melamunkan pacar,
mengingat ibu bapa, menulis surat pada teman, membayangkan bermain sepakbola
bersama, mengenang tingkah laku buruk di depan orang, semuanya itu termasuk
sosial. Sekarang, coba anda ingat-ingat situasi dimana anda betul-betul
sendirian. Pada saat itu anda tidak sedang dalam pengaruh siapapun. Bisa
dipastikan anda akan mengalami kesulitan menemukan situasinya. Jadi, memang
benar kata Aristoteles, sang filsuf Yunani, tatkala mengatakan bahwa manusia
adalah mahluk sosial, karena hampir semua aspek kehidupan manusia berada dalam situasi
sosial. Apakah tindakan sosial?Tindakan sosial adalah bagian dari perilaku
sosial. Oleh sebab itu mula-mula harus didefinisikan dulu apa yang dimaksud
dengan perilaku sosial. Perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam
situasi sosial, yakni bagaimana orang berpikir, merasa dan bertindak karena
kehadiran orang lain. Pertama, berpikir dalam situasi sosial. Apa yang anda
pikirkan ketika bertemu seseorang bertubuh tinggi besar, berewokan, berkulit
hitam legam, bermantel tebal? Apa yang anda pikirkan saat kekasih anda
mengingkari janji? Apa yang anda pikirkan saat teman anda mendapatkan promosi
kenaikan jabatan? Apapun yang ada dalam benak anda , anda pasti memikirkan!
Kedua, merasa dalam situasi sosial. Harus diakui, sebagian besar situasi sosial
melibatkan perasaan. Coba anda bayangkan kembali perasaan anda saat berda dalam
situasi sosial tetentu. Apa yang anda rasakan saat membayangkan sang kekasih?
Apa yang anda rasakan saat menyaksikan pembunuhan sadis? Apa yang anda rasakan
saat bertemu dengan orang yang pernah mencelakai anda? Ketiga, bertindak dalam
situasi sosial. Inilah langkah kongkret anda yang bisa dilihat orang lain dalam
situasi sosial. Mungkin anda menolong orang yang jatuh dari sepeda motor.
Mungkin anda mengajak bersalaman dan berkenalan dengan orang yang baru anda
temui. Mungkin anda memaki orang yang menyusahkan anda. Mungkin anda
menyebarkan kebohongan. Mungkin anda mendatangi undangan pernikahan, atau yang
lainnya. Sangat beragam bentuk-bentuk tindakan sosial manusia. Tindakan sosial
sangat dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan atau emosi. Tidak ada tindakan
sosial yang terjadi tanpa pengaruh keduanya. Oleh karena itu, meskipun buku ini
khusus membahas tindakan sosial manusia, baik pikiran maupun emosi yang
mempengaruhi tindakan sosial juga akan dikupas secara berbarengan. Apakah
situasi-situasi sosial manusia? Apa yang dimaksud sosial telah dibahas diatas,
yakni adanya kehadiran orang lain baik secara nyata maupun imajiner. Jika lebih
diperinci, maka terdapat sekurangnya empat bentuk situasi sosial. Pertama,
adanya kehadiran orang lain yang dapat diindra namun tanpa interaksi. Misalnya
anda pergi ke perpustakaan. Disana duduk seseorang yang sedang membaca
sendirian. Pada saat itu tidak ada interaksi apapun. Si dia bahkan mungkin tidak
menyadari kalau anda ada disana.
Namun
sepanjang anda menyadari kehadirannya, maka itu disebut situasi sosial karena
kehadiran orang itu secara otomatis telah mempengaruhi anda. Sebelumnya anda
merasa sendirian, lalu anda tidak lagi merasa sendirian. Boleh jadi anda juga
membuat penilaian tentangnya berdasarkan penampilannya. Mungkin anda menilainya
kutu buku jika berkacamata tebal dan tekun di depan buku. Banyak situasi sosial
terjadi tanpa interaksi seperti diatas, namun pengaruhnya nyata bagi anda. Anda
melihat orang naik mobil ngebut di jalan raya, anda lantas memaki dalam hati.
Anda melihat pengemis di kejauhan, anda lantas merasa kasihan padanya. Anda
mendengar ada suami istri bertengkar dijalan, lantas anda menyimpulkan mereka
bukan pasangan berbahagia. Kedua, adanya kehadiran orang lain yang dapat
diindra dan ada interaksi dengannya. Istilah lainnya adalah interaksi sosial.
Misalnya anda saling melambaikan tangan atau mengklakson pada seseorang yang
naik motor berplat daerah sama. Anda mengobrol bersama orang lain. Anda bermain
sepak bola bersama tim. Anda menghadiri pesta, dan lainnya. Umumnya orang
menganggap yang dimaksud situasi sosial adalah hanya interaksi sosial ini,
meski tentu saja interaksi sosial hanyalah bagian dari situasi sosial. Ketiga,
imajinasi akan adanya kehadiran orang lain. Termasuk dalam tipe ini adalah jika
anda melamunkan kekasih, membayangkan sedang berada dirumah bersama saudara,
atau mengingat kenangan-kenangan anda bersama seseorang atau kelompok orang.
Pendek kata, semua lamunan, khayalan dan ingatan tentang orang lain yang
mempengaruhi anda tercakup didalamnya. Bagaimana dengan mimpi? Dalam mimpi
seseorang mengingat atau mengkhayalkan seseorang. Namun demikian, mimpi tidak
bisa dimasukkan dalam kategori sosial karena merupakan keadaan tidak sadar.
Anda tidak bisa memprogram untuk mimpi persis seperti yang anda inginkan
layaknya memutar video. Keempat, adanya kehadiran orang lain melalui media
tertentu yang anda ketahui dan kehadirannya mempengaruhi anda. Misalnya anda membaca
surat dari ayah anda, lantas anda menangis. Anda melihat berita pesawat garuda
terbakar hebat di Jogja, lalu berpendapat naik pesawat tidak aman. Anda
mendengar berita pemerkosaan lantas anda mengira-ngira pelakunya. Anda membaca
di koran bahwa Dewi Yul bercerai, lantas anda menduga-duga sebabnya. Banyak
sekali situasi sosial terjadi dalam tipe ini. Apakah yang dimaksud interaksi
sosial? Interaksi sosial adalah keadaan dimana seseorang melakukan hubungan
saling berbalas respon dengan orang lain. Aktivitas interaksinya beragam, mulai
dari saling melempar senyum, saling melambaikan tangan dan berjabat tangan,
mengobrol, sampai bersaing dalam olahraga. Termasuk dalam interaksi sosial
adalah chatting di internet dan bertelpon atau saling sms karena ada balas
respon antara minimal dua orang didalamnya. Berdasarkan sifat interaksi antara
pelakunya, interaksi sosial dibedakan menjadi dua, yakni interaksi yang
bersifat akrab atau pribadi dan interaksi yang bersifat non-personal atau tidak
akrab. Dalam interaksi sosial akrab terdapat derajat keakraban yang tinggi dan
adanya ikatan erat antar pelakunya. Hal itu mencakup interaksi antara orangtua
dan anaknya yang saling menyayangi, interaksi antara sepasang kekasih,
interaksi antara suami dengan istri, atau interaksi antar teman dekat dan
saudara. Sebagian besar interaksi sosial manusia adalah interaksi sosial tidak
akrab. Umumnya interaksi dalam situasi kerja adalah interaksi tidak akrab.
Fisik
Fisik
atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan.
Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan
dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa
perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:
· Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi;
· Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;
· Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis;
· Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Awal dari perkembangan pribadi seseorang asasnya bersifat biologis. Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normlitas dari konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan masalah Body-Image, self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya.
Perkembanganp psikomotorik
Perilaku psikomotorik memerlukan koordinasi fungsional antara neuronmuscular system (persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif).
Loree menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus di kuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).
Karakteristik Perkembangan Psikomotorik Pada Masa Dewasa
Pada usia dewasa keterampilan dalam hal tertentu masih dapat ditingkatkan. Puncak dari perkembangan psikomotorik terjadi pada masa ini. Latihan merupakan hal penentu dalam perkembangan psikomotorik. Melalui latihan yang teratur dan terprogram, keterampilan yang maksimal akan dapat ditingkatkan dan dipertahankan. Karakteristik perkembagan psikomotorik ditandai dengan peningkatan keterampilan dalam bidang tertentu. Semua sistem gerak dan koordinasi dapat berjalan dengan baik.
Implikasi Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Pemahaman terhadap pekembangan fisik dan psikomotorik dapat memberikan manfaat yang besar dalam pendidikan. Implikasinya terhadap pendidikan berkaitan erat dengan perencanaan pendidikan. Pemahaman terhadap perkembangan ini, berguna untuk para pendidik dalam menyusun materi pendidikan yang sesuai dengan perkembangan peserta didiknya. Dengan begitu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih efektif dan efisien dapat berjalan dengan tepat.
· Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi;
· Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;
· Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis;
· Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Awal dari perkembangan pribadi seseorang asasnya bersifat biologis. Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normlitas dari konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan masalah Body-Image, self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya.
Perkembanganp psikomotorik
Perilaku psikomotorik memerlukan koordinasi fungsional antara neuronmuscular system (persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif).
Loree menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus di kuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).
Karakteristik Perkembangan Psikomotorik Pada Masa Dewasa
Pada usia dewasa keterampilan dalam hal tertentu masih dapat ditingkatkan. Puncak dari perkembangan psikomotorik terjadi pada masa ini. Latihan merupakan hal penentu dalam perkembangan psikomotorik. Melalui latihan yang teratur dan terprogram, keterampilan yang maksimal akan dapat ditingkatkan dan dipertahankan. Karakteristik perkembagan psikomotorik ditandai dengan peningkatan keterampilan dalam bidang tertentu. Semua sistem gerak dan koordinasi dapat berjalan dengan baik.
Implikasi Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Pemahaman terhadap pekembangan fisik dan psikomotorik dapat memberikan manfaat yang besar dalam pendidikan. Implikasinya terhadap pendidikan berkaitan erat dengan perencanaan pendidikan. Pemahaman terhadap perkembangan ini, berguna untuk para pendidik dalam menyusun materi pendidikan yang sesuai dengan perkembangan peserta didiknya. Dengan begitu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih efektif dan efisien dapat berjalan dengan tepat.
Allport
Psikologi
individual
Gordon
Allport lahir pada 11 november 1897,di Motezuma, Idiana sebagai anak keempat
dan anak bungsu laki-laki dari pasangan John E.Allportdan Nellie Wise Allport.
Gordon
Allport menekankan keunikan individual pada teorinya, mendalam mengenai
individu konsisten deangan keunikan dari setiap
mausia.Allport menyebutnya sebagai ilmu pengetahuan morfologenik yaitu metode yang mengumpulkan dari satu individu,
sementara metode nomotetik mengambil
data dari kelompol-kelompok manusia.
Kepribadian
menurut Allport dilihat dari etimologi
dari bahasa yunani yaitu persona. Pada
tahun 1937 mendefenisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dari system
psikofisik individu yang menentukan caranya yang khas untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.dalam definisi selanjutnya Allport menyampaikan gagasan
bahwa perilaku bersifat adaptif dan ekspresif.Manusia tidak hanya menyesuaikan
dengan lingkungannya, namun melakukan refleksi atas hal dan berinteraksi dalam
cara-cara-cara yang menyebabkan lingkungan beradaptasi dengan mereka.
Allport
memilih frasa yang digunakan dalam definisinya dengan hati-hati supaya setiap
kata dapat menyamapaikan dengan tepat apa yang ingin dia katakana. Istilah
organisasi yang dinamis mengimplikasikan integerasi atau saling keterkaitan
dari bergam aspek kepribadian.kepribadian merupakan aspek yang terpola.kata
lain yang digunakan dalam definisi yang mengimplikasikan tindakan adalah
menentukan,yang memeberikan gagasan kepribdaian adalah sesuatu yang melakukan
sesuatu.
Peran Motivasi
Allport
juga menekankan pada pentingnya motivasi yang disadari( conscious motivation).
Orang dewasa biasanya sadar apa yang dilakukannya dan alasan mereka
melakukannya.menurut Allport pengalamannya menajarkan bahwa paa kedalaman,
psikologi ,dengan segala nilainya dapat masuk terlalu dalam dan bahwa psikolog
akan menjadi baik apabila mengenali semua motivasi yang terlihat sebelum masuk
kedlam ranah ketidaksadaran.Allport menyadari fakta bahwa bebrapa motivasi
didorong implus-implus yang tersembunyi dan dorongan –dorongan
tersumblimasi.sebagai contoh : Allport percaya bahwa perilaku komplusif adalah
pengulangan yang otomatis ,biasanya merugika diri,dan termotivasi oleh kecenderungan
yang tidak disadari.
Karakteristik Pribadi yang Sehat
·
Perluasan diri
·
Hubungan yang hangat dengan orang lain
·
Keamanan emosiaonal ayau penerimaan diri
·
Persepsi
·
Insight dan humor
·
Filosofi kehidupan yang integral
Struktur
kepribadian
Merujuk pada komponen-komponen dasar
atau elemenya.menurut Allport struktur terpenting adalah yang dapat
mendeskripsikan orang dalam konteks karekteristik individual yang disebut
disposisi personal.
Tingkatan disporsi personal:
Disposisi Pokok : Beberapa orang
mempunyai karakteristik yang sangat kuat atau emosi kuat yang bersifat mengatur
dan sangat menonjol,sehingga hal tersebut mendominasi hidup orang-orang
tersebut.
Dsposisi Sentral dan Sekunder
Proprium.
Allport mengunakan istilah proporium
untuk merujuk perilaku dan karakteristik yang dianggap manusia sebagi sesuatu
yang penting,sentral dan hangat dalam kehidupan mereka.
Penelitian
yang terkait
Orientasi Religius Interinsik vesus
Eksterinsik\
Allport percaya bahawa komitmen mendalam
atas agama adalah sesuatu tanda kematangan pribadi.
Teori kepribadian Allport lenih
mendasarkan spekulasi filosofis dan logika daripada investigasi ilmiah.kepribadian
mencangkup system fisik dan psikologis,meliputi perilaku yang terlihat serta
tidak hanya merupakan sesuatu tetapi melakukan sesuatu.kepribadian adalah
substansi dan perubahan produk dan proses serta struktur perkembangan.
Freud
Psikoanalisis
Freud
lahir 6 maret 1856 di Freiberg,dijuluki bapak psikoanalisis dan pencipta teori
kepribadian modern. Psikoanalisis memounyai latar belakang ilmu kedokteran,
teori psikoanalisis berkembang di Eropa dan Amerika awal abad 20. Freud yakin
bahwa mimpi adalah cara terselubung untuk mengekspresikan implus tidak sadar.
Pendekatan
psikoanalisa,teori ini mementingkan aspek dinamis yaitu sebab-sebab terjadinya
psoses psikis.berdasarkan pemerhatian bahwa individu seringkali tidak menyadari
faktor-faktor yang menetukan emosi dan tingkah laku.
Metode
psikoanalistis
Pendekatan
ini menyembuhkan klien dengan menggunakan teknik analisis mendalam yang
bertujuan untuk menggali pengalaman masa lalu seseorang.
Dasar
–dasar dari teori kepribadian
Pengalaman
awal masa kecil yang menyebabkan kadar kecemasan yang tinggi kedalam
ketidaksadaran dimana hal tersebut mempengaruhi perilaku dan emosi
·
Kejadian masa kecil merupakan bagain dari
ketidaksadaran
·
Gangguan jiwa akibat pertentangan anatara
id(dorongan instiktual) dan superego (dorongan untuk mengikuti norma
masyarakat)
·
Pengalaman masa mendatang hanya pengulangan
dari masa lalu
Tingkat Kehidupan Mental
Conscious (Alam Sadar)
Adalah
segala sesuatu yang kita sadari satu satunya tingkat kehidupan mental yang bisa
langsung kita raih.ada dua pintu agar bisa masuk kedalam alam sadar yaitu:
1.kesadaran
perseptual
2.struktur
mental
Preconcious ( Alam Bawah Sadar)
Adalah
segala sesuatu yang membutuhkan sedikit usaha untuk dibawa kedalam
kesadaran.memuat semua elemen yang tidak disadrai,tetapi bisa muncul dalam
kesadaran dengan cepat atau agak sukar.datang dari dua sumber yaitu :
1.Persepsi
Sadar
2.Gambaran-gambaran
bawah sadar
Unconscious ( Alam Tidak Sadar)
Segala
sesuatu yang sukar sekali muncul ked lama kesadaran menghasilkan pikiran
–pikiran dan dorongan-dorongan.Freud meyakini bahwa pengalaman masa kanak-kanak
bisa muncul dalam mimpi orang dewasa sekalipun yang bermimpi jadi tidak ingat
secra sadar akan pengalaman-pengalaman.
Divisions of the Mind
·
Ego : paham
akan realitas dan logika
·
Super
Ego : hasil interaksi
dengan dunia sekitarnya
·
ID :
(instictiual drives present at birth)wilayah yang tidak
terjangkau,tidak bisa diubah,amoral
Konsep-
konsep dasar Freud
Instink:
merupakan representasi psikologis dari kebutuhan ragawi,umtuk memenuhi
kebutuhan fisiologis.
Karakteristik
instink
·
Sumber
: kondisi jasmani yang merasakan adanya kekurangan.
·
Tujuan
: menghilangkan rangsangan keteangan dari id dan ego
·
Obyek
:segara sesuatu yang harus dilakukan
·
Impetus
: daya atau tenaga
Freud membagi instink kedalam 2 kategori
:
1. Life
instik : lapar ,haus, sex (libido)
2. Death
instik : instink yang bersifat merusak
Kecemasan
Merupakan situasi afektif yang dirasa
tidak menyenangkan ,yang dikuti oleh sensai fisik yang memperingatkan seseorang
akan bahaya yang mengancam.bentuk kecemasan berasal dari masa kecil seperti
trauma.ada bebreapa jenis kecemasan
·
Reality anxiety
·
Neurotic anxiety
·
Moral anxiety
Mekanisme
Pertahan Diri
·
Rasionalisasi
·
Displacement
·
Proyeksi
·
Represi
·
Regresi
·
Reaction formation
·
Fiksasi
Erikson
Lahir
pada tanggal 15 juni 19502,di Selatan Jerman.Erikson tidak memiliki gelar
tingkat perguruan tinggi apapun, namun kurangnya pendidikan tidak
menghalanginya untuk menjadi terkenal dalam beragam bidang ilmu termasuk
psikoanalistis.
Erikson
menyangkal teori Freud kemudian dia mengemukakan teori pasca aliran Freud yang mengembangkan
tahapan perkembangan anak-anak,remaja,dewasa dan usia lanjut. Erikson
mengatakan bahwa setiap tahap, perjuangan psikososial spesifik memeberikan
kontribusi pada pembentukan kepribadian.
Dalam bukunya
yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson membuat sebuah
bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego
dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap
perkembangan manusia”. Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic.
Epigenetic berasal dari dua suku kata yaitu epi yang artinya “upon” atau
sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang berarti “emergence”
atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide dalam setiap
tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini
sangat dominan dan karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap
tahap perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan
adanya fungsi/kegunaan kepribadian dari setiap tahap itu sendiri. Selanjutnya,
Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis.
Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis
adalah sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu
yang sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan
dan perkembangan antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu
peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan
fungsi dari ego pada setiap tahap.
Erikson percaya
“epigenetic principle” akan mengalami kemajuan atau kematangan apabila
dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran
kehidupan setiap manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di
mana gambar tersebut memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang pada
umumnya dilalui dan dijalani oleh setiap manusia secara hirarkri seperti anak
tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal menampilkan suatu gambaran
mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk setiap tahap
secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan
mengenai kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok
dengan sakit yang terjadi dalam kesehatan manusia itu sendiri.
Seperti telah
dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan
psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual,
Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan
sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa dikenal dengan sebutan Theory
of Psychosocial Development (Teori Perkembangan Psikososial), Erikson tidak
berniat agar teori psikososialnya menggantikan baik teori psikoseksual Freud
maupun teori perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini
berbicara mengenai aspek-aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di sisi lain
perlu diketahui pula bahwa teori Erikson menjangkau usia tua sedangkan teori
Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa dewasa.
Ego
Erikson
menyatakan bahwa ego kita adalah kekuatan positif yang menciptakan jati
diri.sebagai pusat kepribadian ego menolong kita untuk beradaptasi dengan
bergam konflik dan krisis dalam hidup dan menjaga kita agar tidak kehilangan
individualitas pada kekuatan yang meningkat pada masyarakat.
Erikson
memperkenalkan tiga aspek ego yang saling berhubungan yaitu :
Ego tubuh :
yaitu mengacu pda pengalaman- pengalaman dengan tubuh kita, yaitu cara memandang fisik diri kita sebagai
sesuatu yang berbeda dengan orang lain.
Ego ideal
: yaitu mewakili gambaran yang kita miliki terhadap diri kita sendiri dibandingkan dengan apa yang dicapai diri
ideal.
Ego indentitas : yaitu gambaran yang kita miliki terhadap
diri kita sendiri dalam ragam peran sosial yang kita mainkan.
Tahap perkembangan
Erikson
bawa ego berkembang melalui beragam tahap kehidupan menurut prinsip
epigenetik.didalam setiap tahapan terdapat interaksi berlawanan yaitu konflik
antara elemen sintonik ( harmonis ) dan distonik ( mengacaukan )
Konflik
antara elemen distonik dan sintonik menghasilkan kualitas ego dan kekuatan ego,
yang disebut sebgai kekuatan dasar.
Delapan
tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap
tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat
sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan
dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut
Erikson adalah sebagai berikut :
Masa
Bayi
Menurut
Erikson masa bayi adalah masa pembentukan dimana bayi menerima bukan hanya dari
mulut namun juga melalui organ indra yang lain.contohnya bayi menerima
rangsangan visual.sebagaimana mereka menerima makanan dan informasi
sensori,bayi mempercayai maupun tidak mempercayaidunia luar.oleh karena itu
masa bayi ditandai dengan gaya psikoseksual sensori oral, rasa percaya versus
rasa tidak percaya dan kekuatan dasar harapan.
Kedelapan tahapan perkembangan
kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :
Developmental
Stage
|
Basic
Components
|
Infancy
(0-1 thn)
Early
childhood (1-3 thn)
Preschool
age (4-5 thn)
School age
(6-11 thn)
Adolescence
(12-10 thn)
Young
adulthood ( 21-40 thn)
Adulthood
(41-65 thn)
Senescence
(+65 thn)
|
Trust vs Mistrust
Autonomy
vs Shame, Doubt
Initiative
vs Guilt
Industry
vs Inferiority
Identity
vs Identity Confusion
Intimacy
vs Isolation
Generativity
vs Stagnation
Ego
Integrity vs Despair
|
- Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi
(infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap
asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi
menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak
percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat
asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau
menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1
atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan
mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu
ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan
oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap
makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi)
dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang
secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih
kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi
dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan
dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman
untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling
menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang
diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi.
Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk
mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan
berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai
kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada
bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada
hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi
memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa
tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba
sempurna tanpa ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi
anaknya pun akan menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson
menyebut hal ini dengan sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu
percaya tidak akan pernah mempunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain
akan berbuat jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam
mempertahankan cara pandang seperti ini. Dengan kata lain,mereka akan mudah
tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi apabila pada
masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada
ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa
terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis,
maupun depresi.
Pada dasarnya
setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga
rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan.
Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada
akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu
perlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak
percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang
pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya
perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan
ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya
pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu
harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak
berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi
baik.
Pada aspek lain
dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi atau saling
berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada tahap
ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya
dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut
terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan
tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya
akan menjadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain,
dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut.
Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang
dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi
suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara
interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan).
Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya
sendiri, atau sebaliknya anak akan memuja orang lain.
- Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa
kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy –
shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri
sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri
tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki
rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan
atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap
kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut
masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun.
Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi)
sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin
suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang
baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang
tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan
mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam
mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu
misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat
mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa
mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut
Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini
akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman
baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan
adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari
orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain,
memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak,
anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau
orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian,
sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau
tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam
mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak
pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di
sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi
orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam
kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa
mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu,
sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak,
karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif
yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata
hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan
ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi
yang disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak
selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang
mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna.
Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari
suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat
mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat
diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif
yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam
kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak
secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban”.
Ritualisasi
yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana dan legalisme.
Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk dapat
menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku
orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola
pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme yakni merasa
puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak yang
menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada
penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa
ampun, dan tanpa rasa belas kasih.
- Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan
initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan,
dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi
karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami
kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan
bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor
(genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada
suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan
tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya
gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain
merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap
tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa
memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan
sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat
mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan
ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada
masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang
berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya
mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap
menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
Ketidakpedulian
(ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini
terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu
minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu
apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau
karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang
menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan
demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode
mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah
akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition).
Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk
mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan
merasa terhindar dari suatu kesalahan.
Kecenderungan
atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu
kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang
terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam
pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak
dengan memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani.
Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan
oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu,
rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa
keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan
pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
- Kerajinan vs Inferioritas
Masa Sekolah
(School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai
kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif
mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan
berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena
keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia
menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan
kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat
ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar
antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah
adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan
rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah
luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek
memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi
perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.
Tingkatan
ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya
hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa
rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam
belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya
berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan
tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak
dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas),
sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu,
peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang
menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang
dialami oleh anak-anak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih
banyak bermain bersama teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya
tidak terlepas dari peranan orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka.
Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan
rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai
keahlian sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin
maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang
mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan “masalah-masalah
inferioritas”. Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak
berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam
tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan
kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik
dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Dalam
lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap
sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan
mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada
aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal
dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu
mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai
dengan aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak
akan memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku.
Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi terhambat.
Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.
- Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat
masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence)
ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan
ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri,
ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan
identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan
berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai
penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di
satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar
terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan
pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang
diberikan kepada masing-masing anggota
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan
bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa
ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini
orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas
pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke
tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada
dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam
lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap
sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di
masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada
tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik
dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga
anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam
kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan
siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya
yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego
telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada
pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu
diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau
tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami
siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya,
inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas.
Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat
dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit
ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya.
Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada
dalam sifat fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah
yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan
dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan
pengingkaran. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia
orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat
lain yang merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang
mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam
kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam
tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat
berlangsung secara seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri
yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat
terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya.
Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat menumbuhkan
ediologi dan totalisme.
- Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu
akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia
sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya
kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu
memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan
kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan
yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini
timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang
tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang
lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan
dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan
istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan
orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain
mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi,
peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap
ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara
baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya
kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana
seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati
tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya
dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita
cintai/kekasih sekalipun. Sementara dari segi lain/malignansi Erikson
menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk
mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat,
selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari
kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus
berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam
konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk
perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang
dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga
hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan
elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan
sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan
lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu
menaruh curiga terhadap orang lain.
- Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati
oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa
(Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai
dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari
perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup
banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan
kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala
macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas.
Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas
untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai
ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu
(generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah
perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi
yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap
memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata
stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan
dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga
mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi
yang ada adalah penolakan, di mana seseorang tidak dapat berperan secara baik
dalam lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya
ditengah-tengah area kehiduannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan
antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat
dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan
otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara
baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dengan
para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa
memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta
memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa,
sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung
dengan baik dan menyenangkan.
- Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang
diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari
tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada
masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang
telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah
mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia
masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi
karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai.
Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi
masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan
dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah
cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia
senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan
kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan
sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan
kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa
lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri
orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat
integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena
itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan
bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana
sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya
integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan
maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak
mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika
kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara
malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai
sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu,
keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam
masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Yang dimaksud dengan kesehatan mental adalah terhindarnya
orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain maupun dengan
masyarakat dimana seseorang itu berada dan bisa mengembangkan dan memanfaatkan
segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin untuk
mewujudkan suatu keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem - problem biasa yang
terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya sendiri
Kesehatan mental merupakan faktor terpenting untuk
menjalankan kehidupan manusia secara normal. Psikis manusia jika tidak dijaga
akan menimbulkan suatu gangguan jiwa yang lambat laun dibiarkan akan menjadi
suatu beban yang berat bagi penderitanya. Di antara gangguan jiwa meliputi
Somatofarm, kelainan kepribadian, Psikoseksual, gangguan penggunaan zat-zat dan
gangguan kecemasan dan sebagainya, yang dari gangguan jiwa itu disebabkan
karena ada faktor yang mempengaruhinya meliputi factor internal dan eksternal,
juga dapat disebabkan karena pengalaman awal, proses pembelajaran, dan
kebutuhan. Dengan adanya gangguan jiwa karena pengaruh tersebut dibutuhkan
terapi penyembuhan sampai manusia dinyatakan benar-benar sehat baik jasmani
maupun psikisnya.
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
BalasHapus